Hari dan hari terus saja berlalu. Memberikan pelajaran akan
pengalaman yang baru saja dilalui dengan nuansa ataupun romansa yang
berbeda-beda. Menampakkan gambaran tentang kemalasan atau perjuangan hidup
dalam gerak-gerik manusia.
Yang
menyiratkan ketulusan atau kemunafikan demi sesuatu yang dicintai. Dalam
naungan semesta yang tak pernah henti menyediakan rahmat di setiap sudut lelah
yang sesekali butuh disandarkan.
Manusia
membutuhkan dorongan untuk bergerak mencari sesuatu yang sudah menjadi tujuan
dalam niat keberangkatannya. Manusia membutuhkan iman sebagai panduan atau
pedoman kemana arah kaki akan melangkah.
Manusia
membutuhkan kendaraan raga sebagai alat mobilitas dirinya untuk menapaki
sesutau yang ditujunya. Manusia pun dibekali akal dan hati yang nantinya akan
berguna untuk menjaga keseimbangan lakunya dalam usahanya memesrai nasib
perjalanan hidup di dunia.
Agar tidak terlalu sakit ketika jatuh. Agar tidak terjebak dalam kesombongan
ketika mendapatkan keberuntungan. Atau agar tidak terlalu munafik ketika sedang
berusaha mencapai sesuatu yang diinginkan dan agar lebih pandai menikmati
segala nikmat apapun keadaannya. Bukankah yang penting tidak terlalu membuat
Allah murka atas apa yang kita lakukan?
Segala
wajah permasalahan tak lain merupakan manifestasi akan wajah Sang Maha
Pengasih. Begitupun segala prasangka manusia yang terucap merupakan salah
satu caraNya agar manusia sedikit demi sedikit mengenalNya.
Ataupun
dari kata-kata yang terbaca tak hanya oleh mata, sehingga mencerahkan cakrawala
pikiran pandangannya dan menyibakkan sedikit demi sedikit hijab yang selama ini
menyelimuti hatinya.
"Manusia
tempatnya salah dan lupa" bukan berarti kita sebagai manusia memandang hal
tersebut sebagai wahana pembenaran diri. Ataupun sebagai arena kewajaran bahwa
diri selalu terkekang oleh permainan kata tersebut.
Atau
lebih parahnya untuk menunjukkan dirinya bahwa ketika melempar kata-kata
tersebut, ia merasa sudah bukan lagi manusia pada umumnya. Sehingga bisa
menawar firman-firmanNya, atau seolah-olah merasa Tuhan sedang memesrainya.
Kita
telah diperkenalkan dengan keadaan mabuk. Atau hilang kendali atas dirinya
sendiri. Dan penyebab keadaan mabuk tersebut bukan hanya karena anggur, namun
segala sesuatu yang berlebihan memiliki potensi terciptanya kondisi mabuk.
Termasuk ilmu yang seringkali disangka mampu dipelajari dan dipahami, tanpa
memperhatikan kesiapan diri.
Jangan
mudah puas terhadap sesuatu, akan tetapi juga jangan terjebak dalam rasa puas
yang menghalangi asa untuk tetap melangkah. Perjalanan ini masih menyimpan
berjuta misteri yang berlapis-lapis layaknya pengetahuan manusia akan lapisan
langit, surga, neraka, atau bahkan kasta sosial mereka sendiri telah
diklafsifikasikan sedemikian rupa.
Sadar atau tidak sadar, kita sedang dalam mencari kepuasan. Kita merasa mencintai sesuatu,
padahal sesungguhnya mencintai tersebut sebagai sebuah cara untuk memenuhi
kepuasan tersebut. Kita merasa mengenal sesuatu yang inti, sedang kita enggan
menenyam pahitnya kulit kehidupan.
Kita
merasa telah diterima dalam kemesraan, sedang kita jarang menahan diri atau
enggan mengalami penolakan-penolakan. Merasa diselamatkan? Tidak ada yang
sanggup mengukur keselamatan seseorang atas janji-Nya.
Kemarau
pun akhirnya roboh oleh sapaan hujan di tengah teriknya. Menyingkap cahaya yang seharusnya menjadi terang bagi kehidupan yang
diselimutinya.
Sedangkan
manusia? Nantinya juga akan roboh oleh kebingungan di tengah luasnya
pengetahuan yang telah dimiliki. Seharusnya semua itu akan mendatangkan
kedamaian dalam balutan cahaya, namun cahaya itu justru menuntun ke dalam
kegelapan.
Lantas bagaimana kita menemukan terang? Kita tidak akan sanggup menemukan
terang karena belum benar-benar mengerti tentang terang. Salah satu cara kita
memahami terang adalah dengan mengenal kegelapan. Dan kita tidak akan
betul-betul memahami kecuali hanya mengira atau meraba saja. Namun setidaknya,
janganlah berputus asa terhadap rahmat Tuhanmu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar