![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVkfl0goficYUpyfXrAh8Zr76Z7przW17SeTtLUE7O1HqxeDAVT_918BX38H-yRJL4zEWOObnq8B74HEtgEY_HNg8d6k-7Es-aCBpjbCQb4khwEpgDqvvnfO9_nOsnrArHdnGIZ06wb-4/s320/unnamed.jpg)
Sebenarnya
aku juga tidak mengerti darimana dan kapan rasa itu tumbuh ketika tatapan matamu
menitipkan pertanyaan tentang hal tersebut. Hanya saja, aku sudah terbiasa
untuk membagi-bagikan rasa itu kepada yang membutuhkan. Meskipun sebatas
kehadiran, atau menemani kesunyiannya dalam relung sepinya kebersamaan.
Kebahagiaan itu selalu datang
tanpa memberi tanda akan sapaannya. Sekalipun di sepanjang jalan ini telah
banyak yang menawarkan buah kebahagiaan yang sama, hanya dua buah yang tidak
bisa aku memintanya dan mengharapkan keberadaannya.
Sehingga aku hanya bisa menanam
biji-biji pemberiannya, tanpa mengharapkan akan memanen buahnya. Berharap
nantinya akan banyak yang cukup merasakan nikmatnya, tanpa perlu mengetahui
awal kenikmatan yang dirasakan.
Aku tidak pernah sanggup
membalas, sekalipun diriku telah dipenuhi denganmu, olehmu, dan untukmu. Karena
belum tentu dirimu akan menerima dan senang akan pembalasanku.
Mungkin bisa sebaliknya, kamu justru merasa risih jika aku memberikan hal yang
sama seperti yang engkau berikan. Dan yang aku tahu pasti, kamu tidak
membutuhkannya.
Dan kalaupun engkau
membutuhkannya, engkau akan terus tinggal disini. Sementara aku justru
membiasakan berkeliaran dalam kegelapan karena konon dalam kegelapan itu air
kehidupan akan ditemukan. Bagaimana aku akan mengajakmu kepada sesuatu yang
tidak mengenakkan dan berharap engkau tinggal dalam ketidakenakan tersebut?
Aku ingin kau terus saja
membalikkan punggumu, jangan kau layani aku dengan duduk berhadap-hadapan
denganku. Aku ingin seperti itu, sehingga yang kau lihat hanyalah nasihat dan
sapaan biasa. Namun, jika engkau berusaha menatap mataku, aku tidak mau betapa rasa
asih dan rahmat atas rasa itu sendiri terlihat lemah.
Apakah engkau tahu berapa lama
aku menahan rasa benci terhadap situasi itu? karena ketika engkau duduk
bersamaku, aku takut tidak akan sanggup lagi menahan segala daya yang selama
ini tersyirat.
Aku tidak sanggup lagi menahan
kata yang selama ini ingin mengucap. Atau aku tidak tahan lagi menahan
kehendakku sendiri, bahwa selama ini aku hanya melihatmu. Persis seperti yang sedang kita
alami.
Bualan-bualan itu banyak
berserakan, karena orang yang kalut dalam hasrat cintanya hanya akan seperti
orang bodoh yang suka menjilat-jilat, mengorbankan kemakmurannya, demi memberi
kesan bahagia terhadap kekasihnya.
Mereka takluk oleh dirinya
sendiri ketika melakukan pengejaran sesuatu yang dianggapnya cinta. Sedangkan kebanyakan dari mereka
tak sadar bahwa yang mereka inginkan adalah kepuasan hasrat pribadi. Bukan
ketulusan apalagi cinta.
Aku sudah
sangat biasa hanya melihatmu terbebas
dari jasad yang engkau bawa. Oleh karena itu, aku tidak ingin mengharapkan perjumpaan denganmu.
Karena mungkin aku sendiri belum
benar-benar cinta dan
masih menyimpan hasrat atas kehadiranmu. Aku cinta karena rindu, sedang rindu
itu tercipta karena rasa ingin
jumpa denganmu.
Kenapa hal tersebut aku
tanamkan? Mungkin karena aku tidak butuh balasan apapun, termasuk cinta yang
sama. Aku tidak mau kamu menggila dengan melihat segala sesuatunya berawal
darimu. Dari satu. Aku hanya akan membawamu ke keabadian dan kekekalan untuk
dapat terus merasakan kebahagiaan. Apa yang engkau rasakan kesementaraan,
sedangkan yang aku jalani adalah keabadian.
Karena jika aku menginginkan
perjumpaan denganmu, maka ketika aku menanam benih-benih rindu, tidak akan
pernah aku menginginkan sesuatu apapun kecuali diperjumpakan lagi denganmu.
Semua wujud laku mungkin merupakan bagian manifestasi atas keinginan untuk
berjumpa denganmu. Cinta ini pun lahir tentu atas kehadiran dan perkenaanmu.
Biarkan aku hanya melihatmu, dan duduk cukup dengan mengingatmu. Kecuali jika
engkau ingin menemani kegelapan dan kesunyian ini.
***
"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (18:
110)
-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar