============
Teologi islam telah memandu kita bagaimana memilih assembling dari masa depan terbaik dan termulia. Filosofi islam membimbing kita untuk merancang jenis kemakhlukan macam apa kita akan menjadi kelak. Dan kosmologi islam memberi pilihan kepada kita akan merekayasa diri menjadi benda setingkat debu, menjadi energy yang gentayangan jadi hantu dan klenik, atau menjadi api dan kayu bakar penyiksa diri sendiri, atau Alhamdulillah kita lulus menempuh transformasi dari materi ke energi lalu ke cahaya.
Cahaya cikal-bakal yang pada abad ke-13 dimanifestasikan melalui sesorang laki-laki yang progresif menentang arus, menjajakan tauhid di tengah-tengah berhala, yang bersedia menggenggam pedang untuk mempertahankan diri dan menegakkan nilai, dan yang bersedia tidur beralaskan daun kurma. Yang kalau lapar, dia merasa pekewuh untuk meminta sehingga mengganjal perutnya dengan batu, dan yang punya bargaining power untuk berkuasa, tetapi memilih hidup melarat.
Ah, Muhammad… Muhammad..
Betapa kami mencintaimu. Betapa hidupmu bertaburan emas permata kemuliaan, sehingga luapan cinta kami tak bisa dibendung oleh apapun. Dan jika seandainya cinta kami ini sungguh-sungguh, betapa tak bisa dibandingkan, karena hanya satu tingkat belaka di bawah mesranya cinta kita bersama Allah.
Akan tetapi, tampaknya cinta kami tidaklah sebesar itu kepadamu. Cinta kami tidaklah seindah yang bias kami ungkapkan dengan kata, kalimat, rebana, dan kasidah-kasidah. Dalam sehari-hari kehidupan kami, kami lebih tertarik kepada hal-hal lain. Kami tentu sering merayakan peringatan kelahiranmu di kampong masing-masing, tetapi pada saat itu wajah kami tidaklah seceria seperti tatkala kami dating ke toko-toko serba ada, ke bioskop, ke pasar malam, ke tempat-tempat rekreasi.
Kami mengirim sholawat kepadamu seperti yang dianjurkan oleh Allah swt karena Dia sendiri beserta para malikat-Nya juga memberikan sholawat kepadamu. Namun, pada umumnya itu hanya karena kami membutuhkan keselamatan diri kami sendiri. Seperti juga kalau kami bersembahyang sujud kepada Allah swt, kebanyakan dari kami melakukannya karena wajib, tidak karena kebutuhan kerinduan, atau cinta yang meluap-luap. Kalau kami berdoa, doa kami fokus pada kepentingan pribadi kami masing-masing. Sesungguhnya kami belum mencapai mutu kepribadian yang mencukupi untuk di sebut sebagai umatmu apalagi sahabatmu.
============
Tidak ada komentar:
Posting Komentar