Desa Pamijahan di Tasikmalaya merupakan salah satu situs sejarah Islam terbesar di Jawa Barat. Para pengunjung dari berbagai daerah ramai mengunjungi tempat ini, baik untuk berziarah ke makam Syekh Abdul Muhyi maupun berwisata religi khususnya di hari–hari besar Islam seperti Ramadhan dan Maulid.
Daya tariknya cukup menggiurkan, sebab selain terdapat makam para wali, Pamijahan juga sarat akan nilai sejarah penyebaran Islam khusus di tanah Sunda, Jawa Barat.
Asal Usul
Pamijahan
Mengenai
asal usulnya, ada rumor mengatakan bahwa Pamijahan diartikan sebagai
‘pemujaan’. Hal ini ditampik tegas oleh Abdullah penyusun buku Sejarah
Perjuangan Syekh Haji AbdulMuhyi. Menurutnya Pamijahan bukan
berarti pemujaan, tapi tempat ikan bertelur.Silsilah Syekh
Abdul Muhyi Pamijahan
Pamijahan
mulai ramai diziarahi pengunjung setelah dimakamkannya tokoh ulama karismatik
dan berpengaruh dalam penyebaran Islam di Tasikmalaya dan pengembangannya di
Jawa barat. Beliau bernama Syekh Haji Abdul Muhyi. Berdasarkan catatan R.
Abdullah, silsilah beliau masih keturunan Rasulullah generasi ke-25.
Syekh
Abdul Muhyi lahir di Mataram pada tahun 1650 M. Namun, beliau tumbuh berkembang
di Gresik. Beliau memulai pengembaraan intelektualnya dengan belajar ilmu agama
Islam di Gresik dan Ampel. Kemudian di usia 19 tahun Abdul Muhyi muda merantau
ke Kuala Aceh selama 8 tahun.
Di
sana Abdul Muhyi berguru kepada Syekh Abdul Ra’uf as-Sinkili, seorang ulama
besar yang pernah menuntut ilmu di sejumlah negara Arab seperti Dhoha, Yaman,
Jeddah, Makkah dan Madinah. Termasuk juga merupakan pembawa pertama Tarikat
Syattariyah ke bumi Nusantara (Damanhuri : ‘Umdah al-Muhtajan:
Rujukan Tarekat Syattariyah Nusantara).
Kisah Syekh Abdul Muhyi Saat Belajar
Pada
usia 27 tahun Syekh Abdul Muhyi dan teman-temannya melakukan rihlah ilmiah ke Baghdad Irak dipandu gurunya, Syekh
Abdul Rauf. Di sana lah beliau dapat berziarah ke makam Syekh Abdul Qadir
Jailani. Setelah itu, rombongan melanjutkan perjalanan ke Makkah untuk berhaji.Setalah pulang ke Gresik, Syekh Abdul Muhyi mempersiapkan segala sesuatunya untuk memulai tugas pencarian gua termasuk meminta restu orang tua. Lokasi awal yang akan dia tuju adalah Darma Kuningan Cirebon. Di sana beliau menghabiskan waktu selama tujuh tahun.
Hal ini terlihat, dari respon
masyarakat di setiap daerah yang begitu menyukai laku lampah beliau. Mereka pun
memintanya agar tidak pergi dan tetap tinggal di kampung mereka agar bisa
mengajari mereka akidah dan syariat Islam. Petualangan beliau dari kampung ke
kempung ini telah berdampak pada berkembangnya Islam khususnya di Tasikmalaya
dan Jawa Barat.
Kembali ke topik pencarian gua.
Sesampainya di Lebaksiuh ada sebuah lembah bernama Mujarrad. Di
sana akhirnya beliau menemukan goa yang selama ini beliau cari. Ternyata goa
tersebut adalah tempat Syekh Abdul Qadir Jailani menerima ijazah dari gurunya
Imam Sanusi.
Nama Mujarrad sendiri
diambil dari bahasa Arab yang salah satu artinya adalah tempat penenangan.
Bergeser ke sebelah timur terdapat kampung bernama Safarwadi. Kata Safarwadi terdiri
dari dua kosa kata. Safar berarti berjalan, dan Wadi berarti
lembah atau jurang.
Sehingga jika diterjemahkan Safarwadi
berarti berjalan di atas lembah atau jurang. Sebagaimana kampung tersebut
mulanya berada di sebuah lembah. Nah seiring berjalannya, waktu kawasan berubah
nama menjadi kampung Pamijahan.
Perjalanan panjang Syekh Abdul Muhyi
untuk menyelesaikan titah dari gurunya untuk mencari goa ini bersumber dari
buku Sejarah Perjuangan Syekh Haji Abdul Muhyi yang disusun
oleh R. Abdullah Apap terbit tahun 1997.
Metode Dakwah Islam
di Tanah Sunda
Selain perjalan panjangnya melintasi
ruang dan waktu, hal unik yang rasanya perlu diulik adalah tata cara Syekh
Abdul Muhyi Pamijahan sebagai wali dalam berdakwah ajaran Islam. Dalam sebuah
jurnal bertajuk ‘Metode Dakwah Syekh Abdul Muhyi’ karya Muhammad Wildan Yahya
dkk, beliau setidaknya menerapkan dua cara
berdakwah.
Pertama, bil-lisan (dengan
lisan). Dakwah ini dengan cara ceramah, diskusi, talqin, bimbingan
dzikir, bandongan mengupas kitab Tarekat Syattariyah dan sorogan atau
pengecekan kemampuan murid dalam menguasai ilmu.
Kedua, bil-hal (dengan
perbuatan). Dakwah ini dengan cara keteladanan akhlak mulia, dakwah praktis
seperti membimbing masyarakat agar memancing dan bercocok tanam yang produktif,
pernikahan, menyingkirkan perdukunan. Cara ini ia lakukan melalui pertarungan
spiritual dan menjalin komunikasi politik dengan penguasa setempat.
Namun, warga tidak serta merta boleh memegang, membawa atau membawa Al Qur’an. Beliau memberikan syarat yang harus mereka penuhi yakni dengan membaca dua kalimat syahadat kemudian berwudhu dan terus meningkat.
Dakwah yang beliau bawa sangatlah relevan dengan budaya warga sekitar. Kemudian dilakukan secara perlahan dan bertahap, tidak keras, intoleran apalagi penuh kemurkaan. Dengan cara seperti itu, dakwah beliau mudah diterima masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar