"Tak jarang sesuatu yang engkau benci ternyata baik bagimu, begitu pula tak jarang suatu yang engkau anggap baik ternyata buruk bagimu. karena Allah mengetahui mana yang terbaik untukmu, sedangkan engkau tak tahu"
Ketika gunung-gunung,
samudra, dan semua makhluk yang ada di bumi mengajukan protes ke langit tentang
banyak perilaku biadab umat manusia yang terus saja merusak alam dan bahkan
merusak dirinya sendiri, dan kemudian gunung itu minta izin agar diperbolehkan meledakan
diri mengalirkan lahar panas dan batu-batu untuk menghancurkan kota-kota
manusia.
Allah SWT
menjawab bahwa tolol benar manusia bersedia dijadikan khalifah di bumi, padahal
gunung, jin, badai, dan lain-lainya menolak. Celakanya sang khilafah ini,
berbuat tidak tidak lebih baik dari bintang-bintang dan pepohonan yang
senantiasa bersujud kepada-Nya.
Manusia sungguh
memang aneh. Bagaimana mungkin ? mereka menuruti kemerdekaan sampai tingkat
mabuk, mengambil apa yang bukan haknya, dan tidak menyampaikan apa yang
seharusnya mereka salurkan.
Mentang-mentang
Allah SWT tidak pernah membuat mata mereka buta sebelah, rambut rontok, dan
tiba-tiba kaki lumpuh ketika bangun tidur pada pagi hari. Mentang-mentang Allah
setia menjaga nikmat-nikmat-Nya untuk berlaku pada manusia, meskipun hamba-Nya
ini tidak mematuhi-Nya, bahkan membohongi-Nya dari berbagai hal.
Memang Allah
amatlah mencintai hamba-hamba-Nya. Meskipun Dia tampak begitu bersusah payah
berusaha menyakinkan agar manusia mempercayai-Nya. Pada saat lain, Dia
seolah-olah murka karena Dia tak
dinomorsatukan, tapi malah di persatukan dengan benda-benda dan nila- nilai
yang remeh dan sepele, sehingga seandainya Dia adalah manusia, maka akan tumbuh
rasa cemburu dan rasa sakit yang mendalam.
Sebagimana
dalam firman-Nya tak jarang Dia seakan-akan bertanya: “Apa lagikah yang engkau
dustakan dari Nikmat-nikmat-Ku ?” “Utusan-Ku itu bukanlah seseorang pembohong,
kenapa engkau tak percaya ?” “Bukankah telah Aku lapangkan dadamu ? Bukankah
telah ku letakan engkau ditempat yang lebih berderajat ?....
Disamping Allah
tak habis-habisnya memberi, sementara manusia tak habis-habisnya menuntu. Allah
tak jera-jeranya mencintai, sementara manusia tak kapok-kapoknya membelakangi.
Sementara itu,
diantara sesama manusia saja pun diperlukan pengertian tentang kelayakan pada
setiap orang untuk memaafkan. Suatu keadaan yang relevan untuk dikutuk dan
keadaan lain yang pantas untuk dimaafkan.
Ditambah lawakan
penyair abu nawas : “Dosa-dosa hamba bagaikan timbunan pasir di sepanjang pantai.
Maka, siapa lagi yang pantas mengampuni hamba selai Engkau, ya Rabbi ?” “ Hamba
ini tak pantas menjadi penghuni surga, ya Allah, tetapi kalau harus masuk
neraka, ya……. Janganlah”. Manusia memang terkesan manja tatkala hal merintih meminta
doa, dan seakan-akan pintanya tak masuk akal membuat bingung saja, untung Tuhannya
tak maha bingung.
Surah Al-Fatihah
mengajarkan, Allah menuntut manusia untuk pertama-tama mengapresiasi dan
memuji-Nya, baru meminta tolong dan perlindungan. Dari situlah manusia baru
layak mohon ampun, minta pertolongan, dan perlindungan kepada siapa pun –apalagi
kepada Allah- apabila dia telah menunjukan apresiasi atau penghargaan kepada pihak
yang dimintai ampun dan pertolongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar