![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhq9vDCR_AWaRGwpJQcs6c7ZKhP-AavPCKKjiBvIjX76sRJirlUW7XD06DYWaiZu1F__tYrOmeJn6LR1pgQGEX39yfDu7ujkLuO66Zj2cCNE0M4CiPA2B3moXI60xr6cZU6ilwvIimmxFc/w275-h320/mawar+hujan.jpg)
Malam akan menguakkan kemunafikan orang-orang atas ketidakberdayaannya atas pertunjukan laku yang biasa dilakukan pada siang hari. Hingga mereka menciptakan ruang yang tak terbatas oleh siang dan malam yang menghambat pertunjukannya. Orang-orang masih saja berebut untuk mencari perhatian dan pengakuan atas dirinya.
Hal itu tidak
berlaku bagimu. Engkau selalu sibuk di setiap waktu. Hingga tatap ataupun canda
itu sangat jarang sekali terlihat baik di siang ataupun malam. Hal yang
membahagiakan dan memberi tenaga setiap kali melihatmu, meski dicari ulang
rumusannya agar aku tak kehilangan cara untuk selalu tetap mencarimu.
Tidak pernah
berhenti ini bukan berarti terlalu obsesif. Kata-kata yang tercipta pun bukan
pula untuk mengejar sebuah pengakuan. Atau seluruh isyarat yang diketahui agar
menarik perhatianmu terhadapku. Karena ketika aku berjalan, berlari, atau
bersembunyi dibelakangmu, ketahuilah bahwa sekali-kali hal tersebut dilakukan
karena hasratku ingin menjadikanmu sebuah sandaran jiwa.
Rasa kenyang atas
kemunafikan, ketidakselarasan antara laku dan kata, bahkan menyepelekan waktu
demi waktu yang berangsung berulang-ulang. DImana semua itu hanya akan terjadi
apabila kita telah menyandarkan diri pada manusia. Itu adalah hal yang umum
terjadi. Tidak semua akan bertahan lama jika sandaran itu dtempatkan kepada
manusia.
Kami adalah milik Tuhan, dan kepada-Nya kami pasti akan kembali (2:156). Ayat tersebut
selaras dengan sabda "jangan sandarkan diri kepada
manusia". Kita terlalui banyak berharap kepada manusia. Kita
terlalu banyak menuntut balasan kepada manusia atas apa yang telah kita
lakukan. Kita terlalu banyak menagih hutang atas apa-apa yang sebenarnya
sejatinya bukanlah milik kita.
Dan apabila hal itu
bermekaran menjadi sebuah rasa cinta atau rindu kepada seseorang. Aku hanya
ingin engkau membaca bahwa kedatanganku bukan menjadi awal harapanmu atas
sesuatu yang ingin kau petik dan miliki keindahan tersebut. Sebuah kedatangan
dalam sebuah pertemuan tak lebih dari seutas tali asih dari Sang Maha Pencinta
yang inginmengajarkan tentang ketulusan, kesetiaan, bahkan keabadian.
Karena dari segala
hal di dunia ini, tidak ada yang bisa dijadikan bekal untuk mengarungi
perjalanan di dimensi alam yang berbeda. Tidak ada yang bisa dijadikan sandaran
yang dapat menembus batas dimensi keduanya, kecuali Sang Haqq dan kekasih-Nya.
Namun, yang ada kita
hanyut dalam derasnya arus cinta terhadap diri sendiri. Sedang diri ini sama
sekali tidak benar-benar mengenal diri sendiri. Lalu, bagaimana bisa kita
memberikan cinta kalau bukan untuk memuaskan hasrat diri? Tentu saja tidak ada
benar dan salah karena setiap perjalanan memiliki tikungan dan pemandangan yang
berbeda-beda. Kendaraan yang digunakan pun tak bisa disamakan satu dengan yang
lainnya, karena Ia telah memberikan ukuran-ukuran tertentu sesuai dengan
kapasitasnya.
Tidak ada yang bisa
mengambil jalan atau memutus asa. Karena jalan yang tercipta atau asa yang
menyeruak sama sekali bukan merupakan suatu kehendak diri. Aku tidak akan
berlari karena kita selalu dipertemukan hampir setiap hari, dengan atau tanpa
sebuah pencitraan.
Aku mencari tidak
untuk memiliki. Aku pergi bukan untuk menemukan. Aku tinggal bukan untuk
berkuasa. Aku belajar bukan untuk menjadi baik. Aku bicara bukan untuk
didengar. Bahkan, aku menulis kata pun bukan untuk dibaca.
Semua itu merupakan
wujud akan sandaranku terhadap ketiadaan. Kesunyian. kehampaan. Yang
menampung segala keberadaan. Termasuk terhadap dirimu, kasih. Teruslah
menghadap ke depan, jangan kau berpaling terhadap sayu-sayu kepalsuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar