![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPkQNwzFUWqJ8NB1k-u2qrEFtqPFs9PRd6aZMB3naxedDun88MNEz78PWSo7QzsDJCxEb8uaBTHxVETg64tiW-4NsBX03_fT9D3qXmUUmgVsLDx7-AXjFlMKiRPbZT45C7UeuJF6G_Tog/s320/HILANGNYA+ISLAM.png)
Perjalanan ini telah melebihi setengah jalan. Segala tapak
jalan selalu meninggalkan jejak. Segala rentang waktu selalu memberi kenangan.
Dan segala pertemuan denganmu akan selalu meninggalkan kesan. Meski, semua itu
hanya angan ataupun bayangan yang bermanifestasi hingga menambah kerinduan.
Aku pun tidak terkejut apabila yang mewujud selama ini hanyalah sebatas
pantulan cahaya yang membentuk rupa di permukaan cermin. Sedang yang nampak dan telah
bertemu, bukanlah wujud sejatimu. Aku lantas terus mencari dan meniti tiap rasa
yang tumbuh. Hingga hanya diam yang selalu menghiasi segala pertemuan.
Meski terlihat diam, kata-kata itu terangkai merajut makna. Menyatakan
asih yang kukembalikan karena semua kata-kata itu pun berasal darimu. Sekalipun
engkau datang membawa kesan keterasingan, hal itu tak lantas membuatku terhenti
untuk memperhatikan setiap getaran langkahmu. Untuk mendengarkan sayu-sayu
suaramu.
Semakin diam itu terpelihara, semua semakin menjadi asing bagi tatap-tatap yang saling
sapa secara langsung. Uniknya, keterasingan itu tak lantas mengikis rasa yang
telah tumbuh. Apa ini yang bisa membawaku ke keabadian? Dengan memelihara,
memupuk, dan menyiraminya. Tanpa tau buah dari rasa itu akan dinikmati oleh
siapa.
Banyak aku lihat di permukaan cermin itu sesuatu yang
buruk, namun aku tak lekas memalingkan pandanganku untuk mencari sesuatu lain
yang indah. Aku akan tetap memandang keburukan itu yang juga merupakan bagian
darimu. Atau bahkan sekalipun engkau sengaja memberikan pemandangan buruk itu,
tak lekas membuatku berpaling.
Di saat yang lain banyak yang mencari kenyamanan, aku mencari
ketidaknyamanan. Di saat yang lain mencoba menemukan keindahan, aku duduk
bersila mengenyam sesuatu yang tidak enak dipandang. Di saat semua sibuk
mengamankan dirinya sendiri dan mencari keselamatan. Aku justru banyak
berkecimpung di zona yang tidak aman dan berpotensi mendatangkan kehancuran.
Ya, sekalipun engkau tak lebih dari sekedar cermin, itu tak membuatku
lelah untuk menatapmu karena selalu ada keindahan yang tersirat. Segala
sifat-sifat yang tercermin itu pun adalah bagian dari dari cermin itu sendiri.
Aku mencinta bukan karena sesuatu yang bukan tercermin dan kecerminannya
tersebut.
Bagaimana sesuatu akan selalu baik, jika baik itu sendiri tercipta karena
ada keburukan. Bagaimana sesuatu akan bermakna kanan, jika tidak ada kiri.
Bagaimana kamu akan menjadi yang tunggal, jika tidak ada yang jamak. Bagaimana
aku akan melihat sesuatu yang sejati, jika tidak ada beribu semu yang selalu
menghijabi.
Sesuatu akan nampak jelas jika ada perbandingannya. Semua akan semakin
terbukti karena ada kepalsuan-kepalsuan yang ditemui. Semua akan terlihat
kejujran dan kebenarannya karena banyak kedholiman dan ketidaktepatannya.
Seperti itulah rasa ini kepadamu, Kasih! Aku percaya kepadamu, engkau yang
mengejawantahkan segala pertunjukan rasa yang akhirnya dapat kukenal. Engkaulah
yang satu dan tidak ada sesuatu yang lain kecuali engkau. Meski segala sesuatu
memiliki pertentangannya, namun sesungguhnya itu tak lebih dari sesuatu yang
engkau nyatakan, "Aku adalah harta
tersembunyi. Dan aku sendiri rindu untuk segera kau kenali!"
Segala skenario ini telah tercipta begitu sempurna dan hanya engkau yang
mampu menyempurnakan cahayanya. Dalam kesunyian dan heningnya malam, pantulan
cahaya rembulan tak pernah berhenti menyibak rahasia yang tersembunyi di dalam
gelap. Sekalipun, banyak anjing-anjing berteriak untuk menutupinya.
Harus bagaimana lagi aku mesti mencinta? Jika cinta ini juga berasal darimu. Jika
engkau temukan aku diam dan tak menyapa seperti biasanya, itu bukan karena aku
lupa. Melainkan romansa yang kian tercipta karena ada jarak. Sekalipun terlihat asing!
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar