![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKR3voWMkZhj3yEPkUjQ7cfrta3X9BI2u7TtOIq9O_XlXlcthfYYkm1_S4ISV3siJa2Qv3MbXV4a2n_B2k9MsLZ0Pa8QpccBVQBdfCjkwTlQEwGP1l1GAU1zoLPvVSAmal76M3IapU3YQ/s320/stand2-d36236825a270a478c41a7dbea8dbf52.jpg)
Apa yang
menjadi kebutuhan manusia selain sandang, pangan, dan papan? Kalau Anda
menjawab pasangan, memang tidak keliru, hanya meleset sedikit. Jawaban yang
saya maksud adalah kebutuhan untuk bereksistensi.
Setiap manusia pasti
memiliki kecenderungan mengaktualisasi diri. Manusia tak akan sanggup hidup
dengan berdiam diri dan terbelenggu dalam suatu ruang. Sebagai makhluk sosial,
manusia pasti akan selalu berusaha menunjukkan pada dunia bahwa mereka ada. Oleh
karena itu manusia menghasilkan karya, bersosialisasi, dan membuat jaringan.
Itu semua dilakukan untuk menunjukan dan mempertahankan eksistensi. Di era modern seperti saat
ini, kebutuhan manusia untuk mengaktualisasi diri sangat difasilitasi.
Teknologi menghasilkan media dalam jaringan yang sering kita sebut media sosial
yang beraneka ragam jenisnya, mulai dari facebook, instagram, line, hingga
whatsapp. Semua media sosial tadi memiliki fitur yang dapat menghubungkan
manusia satu dengan manusia lain bahkan meski mereka berada pada belahan dunia
yang berbeda. Dengan kata lain, jarak dan ruang tak jadi soal.
Media sosial memungkinkan
manusia untuk berbagi momen pada orang lain. Misalnya saja ketika berlibur,
orang akan megabadikan momen tersebut melalui foto atau video kemudian
mengunggahnya pada jejaring media sosial. Hal tersebut juga menjadi salah satu
cara untuk bereksistensi. Hal itu tentu bukan suatu kekeliruan.
"Tapi bisakah menjadi keliru?"
"Bisa, jika dilakukan
secara berlebihan"
"Seperti apa yang
dikatakan berlebihan itu?"
"Ada banyak macamnya.
Misalkan saja mengunggah foto atau video nyaris tiap jamnya. Atau mengambil
foto hingga ratusan kali bahkan tanpa mengindahkan situasi. Kalau sudah begini
bukan lagi sekedar eksis, tapi juga narsis."
"Tapi bukankah setiap
orang punya kecenderungan untuk narsis?"
"Betul. Narsis adalah
perasaan cinta pada diri sendiri secara berlebihan. Setiap orang jelas memiliki
kecenderungan pada hal ini. Namun sebagai manusia, kita memiliki kontrol,
bukan?"
"Tapi setahuku
mencintai diri sendiri itu penting. Kan ada kaitannya dengan kepercayaan
diri?"
"Ya,
tepat sekali. Tapi yang perlu digarisbawahi adalah jangan sampai hilang
kendali. Mencintai diri sendiri boleh, tapi jangan berlebih. Percaya diri
boleh, tapi jangan ke-PD-an. Eksis tentu boleh, narsis yang tak boleh."
"Adakah ciri-ciri
orang narsis?"
"Cirinya tentu banyak.
Misalkan selalu iri hati pada orang lain karena merasa dirinya lebih unggul.
Atau memiliki obsesi tersendiri terhadap kecantikan, ketampanan, atau prestasi.
Dan yang paling menonjol adalah mereka selalu ingin dilihat."
***
Memang menjengkelkan jika
bertemu dengan orang-orang narsis. Orang kemungkinan akan enggan atau bahkan
menghindar jika terlibat dalam situasi yang sama dengan orang-orang narsis.
Namun, rupanya sikap yang paling tepat untuk menghadapi mereka dalah dengan
memberi rasa iba. Kenapa bisa demikian? Sebab, ternyata orang-orang yang
mengidap narsistik memiliki rasa percaya diri yang sangat rendah, meski mereka
mengaku memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Hal ini telah dibuktikan dengan
secara ilmiah oleh peneliti. Lebih lanjut, peneliti menyebutkan bahwa
orang-orang narsis cenderung lebih mudah terkena stres. Alasannya sederhana,
mereka selalu ingin mendapatkan perhatian agar muncul rasa percaya diri. Cara
hidup seperti inilah yang membuat mereka rawan terjangkit stres.
Ibarat mata koin, kehidupan selalu menyajikan sisi berbeda. Gelap dan
terang, hitam dan putih, semuanya telah menjadi harmoni. Begitu pula kehidupan
orang-orang narsis. Tak semua yang ada pada diri orang-orang narsis adalah
negatif, sudah pasti sisi positif juga melekat dalam diri mereka. Penelitian
menunjukan bahwa orang-orang narsis cenderung lebih gigih dan memiliki empati
yang tinggi. Namun tetap saja, bila tak ditangani dengan baik, narsistik
memiliki dampak yang sangat buruk bagi penderitanya.
Memang sedikit
membingungkan untuk memberi batas antara narsis dan eksis. Penting untuk
diperhatikan bahwa kontrol terhadap diri menjadi kunci. Kebutuhan bereksistensi
penting untuk dipenuhi, namun jika sampai kehilangan kontrol diri, tentu
merupakan gejala narsistik. Hal lain yang perlu dipahami; mecintai diri sendiri
dengan narsis adalah dua hal yang berbeda, meski nyaris sama. Ya, keduanya
sama-sama berkaitan dengan rasa cinta terhadap diri sendiri. Namun, narsistik
memiliki kadar yang berlebih sehingga cenderung egois dan mengabaikan orang
lain serta lingkungan sekitar. Sedangkan mencintai diri sendiri artinya mampu
memahami keinginan diri, tentu disertai dengan kontrol yang baik.Oleh karena
itu, perhatikanlah diri anda, masuk kategori manakah anda? Eksis atau narsis?
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar