![]() |
Tambahkan teks |
Akan ada sesuatu yang dinasakhkan atau digantikan
ketika diri ini tiada. Bahkan ayat-ayat yang
hilang dari kata-kata pun akan tergantikan dengan sesuatu yang lain. Tidak ada
kekhawatiran ataupun kesedihan.
Kalaupun ada, hal itu akan terjadi seperti kebahagiaan yang biasa kita
rasakan. Semua hanya akan berlalu layaknya sambaran kilat. Sekejap dalam
rentang satuan waktu hidup yang begitu panjang.
Pekerjaan atau kebiasaan yang biasa kulakukan, akan mampu digantikan
dengan seseorang yang lebih baik. Mencari makna-makna yang tak terlihat ataupun
terdengar juga sangat mudah asal memiliki keberanian untuk memetiknya. Terlebih
hanya sekedar merangkai makna di sela-sela pekerjaan, sekali duduk sudah pasti
jadi.
Dalam ruang-ruang yang sering aku bersembunyi di baliknya, bukan merupakan
sebuah urgensi untuk menggantikan ketidakhadiranku dalam ruang itu. Peran yang
aku ambil hanya sebagai seorang pendengar yang masih kepo terhadap banyak hal
atas kebodohan yang telah menjadi penyakit akut atas diri ini.
Andai aku
tidak ada, siang dan malam tetap akan bergantian mengisi waktu sebagaimana
mestinya. Kebersamaan ruang itu akan selalu memantik cahaya sebagai prasyarat
untuk selalu dipertemukan.
Gejolak atau prasangka yang selalu aku bawa dan didakwa memisahkan, akan
sirna hingga berganti pertumbuhan yang sangat progresif karena telah kehilangan
satu beban kebodohan yang sering menyusahkan.
Maaf apabila angin ini terlalu mengusik ketenangan. Maaf apabila angin
yang berhembus terlalu kencang sehingga membukakan hijab-hijab yang tidak seharusnya
terbuka.
Benar adanya jika kehadiran angin ini hanya menyebabkan kerusakan
kemanapun ia beranjak. Sehingga tidak dapat merangkul mesra cinta-cinta yang
telah mendapat ketenangannya.
Tidak ada urgensi sehingga aku harus ada di antara kalian. Selalu tiada
tempat untuk berpulang, karena diri yang terlalu mengusik dan bertingkah
seenaknya sendiri. Lantas, mengapa engkau menciptakan aku? Jika akhirnya
kehinaanku dengan angkuh dan tak tahu diri terlalu berharap untuk dapat bertemu
denganmu.
Lalu engkau bertanya, bukankah tidak ada sesuatu yang sia-sia? Itu hanya
akan menghiburku sejenak. Karena selalu ada contoh sehingga muncullah makna
kata sia-sia.
Mungkin benar, jika aku menjadi satu dari sekian banyak yang telah banyak
melakukan sesuatu yang sia-sia. Akan tetapi, diri selalu merasa telah melakukan
kebaikan dan dengan pede mengaku telah banyak mendatangkan manfaat bagi
lingkungan sekitarnya.
Andai aku tiada, apakah mereka lantas merasa kehilangan? Atau
justru syukur yang mereka rasakan atas kepergian sesuatu yang selalu saja
menimbulkan kemudharatan. Yang selalu menghadirkan masalah saat keadaan sudah
tenang dan baik-baik saja. Yang selalu mencuri perhatian karena kesembronoannya
merusak sistem-sistem yang telah dianggap baik-baik saja.
Tapi, andai aku tidak ada, adakah yang mau menggantikan sunyi ini? Adakah
yang mau menggantikan cinta ini? Yang selalu mendekap tanpa melihat atau
mendengar. Yang lebih dulu rela untuk tiada daripada memaksakan untuk tetap
ada.
Sekalipun aku juga dapat melakukan pembelaan karena sesuatu itu terjadi
atas ijinmu, dan semua yang telah sia-sia pun menjadi pelajaran bagi yang lain.
Sebaik apapun usaha diri mencoba
mengambil peran protagonis, tentu Sang Sutradara-lah yang pada akhirnya berhak
menentukan.
Dan akan selalu ada peran antagonis agar semuanya menjadi menarik yang
lebih banyak menyimpan hikmah. Hingga pada akhirnya semua tertuju kepada
keseimbangan.
Andai suatu saat aku benar-benar tidak ada, jangan takut engkau juga akan kehilangan
cintaku. Tetapi juga jangan terlalu banyak berharap engkau akan memilikiku karena
aku juga bukan siapa-siapa dan sama sekali bukan apa-apa. Kecuali yang memiliki
benar-benar telah menggerakkan untuk engkau miliki.
Bagaimana aku ada tanpa tiada? Dan bagaimana aku tiada tanpa sesuatu yang
ada?